Pernahkah
anda melihat bintang jatuh ? Saya yakin anda pernah melihatnya bahkan mungkin
sudah sangat sering. Bagi anda yang belum, sekali waktu di malam hari cobalah
berdiri di sebuah sisi bumi yang agak luas semacam taman, sawah, lapangan,
bukit atau pun cukup di atas loteng bangunan yang tidak menghalangi pandangan
anda terhadap langit. Karena fenomena bintang-bintang berjatuhan ini sangat
indah -gambarannya mirip yang ada di film-film roman percintaan dimana biasanya
ada scene sepasang kekasih berbaring bersama di atas rerumputan di tengah tanah
lapang malam hari sembari memandangi langit dan menyaksikan bintang-bintang
jatuh-. Sungguh sangat indah sekali. Dan seperti yang umum kita ketahui, ketika
ada sebuah bintang jatuh maka saat itu pula banyak para manusia yang merapatkan
jemari tangannya di depan dada untuk berdoa meminta sesuatu pada si bintang
jatuh (hal ini juga sering kita temui dalam film-film barat yang juga banyak
ditiru-tiru masyarakat kita). Mereka melakukannya (berdoa memohon sesuatu kepada
si bintang jatuh) dengan alasan kuat bahwa saat itu Tuhan akan mendengar dan
mengabulkan doa mereka. Lantas apakah memang benar demikian adanya? Bahwa Tuhan
akan mengabulkan doa kita pada saat ada bintang jatuh. Dengan kata lain saat
itu (ketika berdoa pada saat melihat bintang jatuh) adalah saat mustajabah
diijabahi doa manusia.
Saya
hanya ingin menjawab lelaku aneh ini (berdoa memohon pada si bintang jatuh)
dari kacamata seorang Muslim yang tidak diperbolehkan menyembah apapun selain-Nya
ataupun mengikuti suatu adat, lelaku, bahkan budaya yang telah dianggap lumrah
sekalipun, jika kita tidak mengetahui asal-asul atau dalil kuat yang
membolehkan kita untuk melakukannya.
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang
kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al Israa’ [17] : 36).
Fungsi Bintang Dalam Al-Qur’an
Setelah
kita paham dengan penjelasan tersebut, maka bukankah menjadi sebuah keanehan
yang konyol dan ganjil saat kita dapati para manusia yang berdoa memohon
sesuatu pada saat ada fenomena bintang jatuh tersebut. Entah darimana mereka
mendapatkan dalil (keterangan) untuk melakukan ritual doa saat ada bintang
jatuh tersebut. Padahal di dalam Al Qur’an dijelaskan dengan jelas mengenai
fenomena-fenomena dan fungsi masing-masing komponen (benda) langit. Salah
satunya adalah mengenai bintang yang diberi amanah oleh Allah. Berlaku sebagai
sebuah petunjuk yang mempermudah perjalanan kaum manusia yang berjalan di darat
dalam kegelapan malam dan juga saat berlayar dalam pekatnya malam di tengah
lautan.
“Dan Dialah yang menjadikan
bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di
darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran
(Kami) kepada orang-orang yang mengetahui.” (QS. Al An’aam [06] : 97).
Dan
juga sebagai hiasan indah bagi langit di malam hari yang dapat membuat mereka
yang memandangnya menjadi kagum dan dapat mengambil inspirasi indah dari
bintang-bintang ini, seperti yang dilakukan oleh para pujangga, penyair dan
para kaum pengagum keindahan lain yang membutuhkan inspirasi-inspirasi indah
dalam tiap karyanya.
“Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan
bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya.
Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.”(QS. Al Fushilat [41] : 12).
Dan
tentunya masih banyak lagi fungsi dan kegunaan bintang gemintang ini,
tergantung pada mereka yang mengagumi dan mengambil manfaat darinya.
Ada Apa Dengan Bintang Jatuh
Setelah
kita mencerna dengan akal sehat mengenai fungsi bintang dan juga muasal
terjadinya fenomena “indah” yang disebut sebagai bintang jatuh tersebut,
marilah secara bijak dan perlahan kita buka tabir gelap di balik kebiasaan
berdoa memohon sesuatu kepada si bintang jatuh itu. Dalam Al Qur’an disebutkan
sebagai berikut :
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan
gugusan bintang-bintang (di langit) dan Kami telah menghiasi langit itu bagi
orang-orang yang memandang (nya). Dan Kami menjaganya dari tiap-tiap setan yang
terkutuk. Kecuali setan yang mencuri-curi (berita) yang dapat didengar (dari
malaikat) lalu dia dikejar oleh semburan api yang terang.” (QS. Al Hijr [15] : 16-18).
Dari
penjabaran ayat di atas dapat kita ketahui bahwa Setan (Laknatullah alaihi)
ketika berusaha mencuri dengar berita (ghaib) dari langit yang dapat mereka dengar
dari malaikat yang dalam salah satu penjelasan, setan mengetahui jika para malaikat
akan membicarakan masalah-masalah rahasia (Ghaib), mereka mengibaskan sayapnya
dan hal ini diketahui oleh para setan yang licik yang sudah lama mengintai
untuk mencuri dengar berita langit.
Salah
satu alasan setan melakukannya adalah karena saat itu kawan karib (mitra)
mereka dari kalangan manusia (dukun/peramal) meminta bantuannya untuk mencuri
dengar berita langit mengenai sesuatu hal misalnya untuk digunakan sebagai
dalil kuat ramalan mereka tentang sesuatu tehadap seseorang. Dan upaya
pencurian dengar kabar langit ini bukan tanpa resiko. Karena seturut penjelasan
Al Qur’an, ketika para setan (jin) melakukannya maka saat itu pula mereka akan
dikejar oleh “Semburan Api yang terang”
(QS. Al Hijr [15] : 18) atau disebut
juga dengan “Suluh Api yang cemerlang”
(QS. As Shaaffaat [37] : 10).
Dan
hal ini juga sesuai dengan pengakuan para pelakunya sendiri (setan/jin) yang
dapat kita baca dan dengar dalam transkrip percakapan/pengakuan mereka yang
telah direkam dengan apik oleh kitab suci kita berikut ini :
“Dan sesungguhnya kami (Setan/Jin) telah
mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan
penjagaan yang kuat dan panah-panah api. Dan sesungguhnya kami (Setan/Jin)
dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan
(berita-beritanya), Tetapi sekarang barang siapa yang (mencoba)
mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai
(untuk membakarnya). Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya
penjagaan itu) apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi
ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi mereka.“ (QS. Al Jin [72] : 8-10).
Kata-kata
“Semburan Api yang terang” (QS. Al Hijr [15] : 18), “Suluh Api yang cemerlang” (QS. As Shaaffaat [37] : 10), hingga “Panah Api yang mengintai” (QS. Al Jin [72] : 09) dalam penjelasan
di atas dapat pula kita artikan sebagai sesuatu yang kini disebut sebagai
“Bintang Jatuh”. Jika anda menganggap saya mengada-ada, maka marilah dengan
akal sehat kita bandingkan bentuk dari bintang jatuh itu sendiri. Bukankah
penampakannya yang sekilas cepat dan indah itu sama seperti atau berbentuk
seperti suluh api/semburan api yang terang nan cemerlang di malam hari yang
menggores angkasa di pekatnya malam. Dan bukankah jatuhnya bintang jatuh adalah
dari segenap penjuru mata angin entah itu dari sebelah barat, timur, utara
maupun selatan yang hal ini sesuai dengan penjelasan Al Qur’an bahwa:
“Allah telah menghias langit yang
terdekat dengan hiasan. Yaitu bintang-bintang. Dan telah memeliharanya
(sebenar-benarnya) dari setiap setan yang sangat durhaka. Setan-setan itu tidak
dapat mendengar-dengarkan (pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari dari
segala penjuru. Untuk mengusir mereka dan bagi mereka siksaan yang kekal. Akan
tetapi barang siapa (di antara mereka) yang mencuri-curi (pembicaraan); maka ia
dikejar oleh suluh api yang cemerlang.” (QS.
As Shaaffaat [37] : 6-10)
Kata-kata
“setan dari dilempari dari segenap penjuru” dalam ayat di atas menggambarkan
bahwa setan dilempari dan dikejar panah/suluh api (yang nampak dalam pandangan
kita sebagai Bintang Jatuh) dari segala arah. Dan yang lebih memperkuat argumen
bahwa apa yang kita sebut sebagai “Bintang Jatuh” adalah gambaran lain dari
panah api dari langit yang digunakan untuk melempari dan mengejar setan yang
telah lancang mencoba mencuri dengar kabar langit melalui malaikat adalah
penjelasan dari yang Maha Menguasai Langit (Allah SWT.) sendiri dalam Firman
Nya yang termaktub dalam kitab suci yang berbunyi:
“Sesungguhnya Kami telah menghiasi
langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu
alat-alat pelempar setan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang
menyala-nyala”
(QS. Al Mulk [67] : 05).
Jika
salah satu fungsi lain bintang adalah sebagai alat pelempar setan, maka bukan
mustahil toh jika apa yang selama ini kita saksikan sebagai Bintang Jatuh
adalah peristiwa dilemparinya setan dengan “bintang” yang membuatnya (setan)
lari terbirit-birit setelah lancang mencoba mencuri dengar kabar langit melalui
percakapan para Malaikat. Dan “Bintang” yang digunakan sebagai alat pelempar
setan tersebut nampak seperti “Semburan
Api yang terang” (QS. Al Hijr [15] :
18), “Suluh Api yang cemerlang” (QS. As Shaaffaat [37] : 10), atau
seperti “Panah Api yang mengintai” (QS. Al Jin [72] : 09) dan dalam
pandangan kita di bumi nampak sebagai bintang jatuh.
Kawan,
ternyata selama ini tindakan memohon sesuatu kepada bintang jatuh adalah sama
saja dengan tindakan menyekutukan-Nya (Syirik). Yang menyembah/memuja atau
meminta sesuatu kepada setan saat segar bugar (termasuk melalui dukun) saja
diharamkan oleh Allah dan berdosa sangat besar, apalagi memohon sesuatu
kepadanya (setan) di saat dia tak berdaya dan terbirit-birit kala dilempari dan
dikejar panah Api (Bintang/Saat Bintang Jatuh) tentu lebih haram.
Karena
menjadi keanehan dan kebodohan luar biasa dari seorang manusia modern yang
konon pikirannya telah maju namun ternyata masih melakukan hal-hal bodoh
seperti memohon sesuatu (berdoa) di saat melihat ada bintang jatuh. Jika saya
boleh berandai dapat mewakili perasaan setan yang dimintai sesuatu oleh seseorang
yang berdoa padanya saat ada fenomena bintang jatuh, mungkin setan akan mengumpat
karena mereka (yang berdoa memohon sesuatu saat dirinya sedang dikejar panah
api/dilempar dengan bintang) bukannya meringankan bebannya tapi malah menambah
beban pikirnya karena meminta sesuatu padanya yang pada saat keadaan normal
saja setan belum tentu dapat mengabulkannya, apalagi saat dirinya tengah tak
berdaya dikejar dan diburu Suluh Api yang cemerlang/suluh api yang terang/panah
api yang mengintai/bintang yang digunakan untuk melempari dirinya.
Dari
berbagai penjelasan di atas dapat kita tarik kesimpulan dahsyat yang akan
meruntuhkan mitos kebohongan dan kebodohan yang selama ini sering dilakukan
sebagian manusia (tak terkecuali para Muslim yang hanya ikut-ikutan tanpa tahu
maksdudnya) mengenai ritual atau kebiasaan berdoa memohon sesuatu kepada
bintang jatuh. Bahwa ternyata lelaku memohon sesuatu (berdoa) kepada bintang
jatuh adalah sebuah kebodohan luar biasa di era modern seperti saat ini.
Budaya/kebiasaan meminta sesuatu pada si Bintang Jatuh ini seharusnya telah
kita kubur dalam-dalam saat ini karena hanya pantas dilakukan oleh para manusia
primitive purba dulu yang memang belum bisa mencerna sesuatu secara akal sehat.
Karena mereka lebih mengagungkan takhayul dan mitos belaka yang hal ini dapat
kita maklumi di tengah keterbatasan pengetahuan dan daya pikir manusia saat
itu. Dengan kata lain, ketika kita melakukannya (memohon sesuatu kepada bintang
jatuh) untuk saat ini maka dapat dikatakan bahwa kita lebih bodoh dari para
manusia primitive purba karena saat ini kita telah hidup di era modern dengan
sumber informasi dan pengetahuan yang luas yang dapat kita gunakan sebagai
referensi kritis untuk membuktikan kebenaran segala sesuatu termasuk tindakan
berdoa memohon sesuatu kepada si Bintang Jatuh tersebut.
Namun semua penjelasan dalam blog ini memang tidak sepenuhnya
dapat anda benarkan namun tidak pula sepenuhnya dapat anda salahkan. Karena
tiap manusia pasti memiliki sudut pandang tersendiri dalam melihat segala
sesuatu dalam hidup ini (termasuk fenomena-fenomena “aneh” dan “unik” dalam
kehidupan itu sendiri). Namun agar kita tidak seperti manusia primitif yang
hanya membebek (Taklid Buta/ikut-ikutan) pada lelaku sebagian manusia lain
tanpa pernah mencerna dan memastikan nilai kebenaran dari kebiasaan/adapt/budaya/lelaku
tersebut, maka sudah seharusnyalah kita belajar mencerna terlebih dahulu segala
sesuatu dengan akal sehat sebelum ikut-ikutan melakukan lelaku tersebut. So,
setujukah anda dengan penjelasan saya ini ?
Sumber : Musyafucino.wordpress.com